Bagi para pendebus di UKM Pandawa sebelum melakukan seni pertunjukan Debus yang dipertontonkan pada parakhalayak, mereka terlebih dahulu menjalani proses ritual-ritual yang sejatinya merupakan tarekat itu, adapun sistematika ritual berdasarkan temuan penelitian yakni sebagai berikut:
1.
Diawali
dengan wirid,
2.
Melakukan
shalat malam tahajud pada sepertiga malam,
3.
Berpuasa
selama tujuh hari,
4.
Ngeubleung yakni puasa pada
hari ketujuh tdak boleh tidur dan tidak boleh makan minum selama
sehari-semalam—kurang lebih dua puluh empat jam.
Adapun tahapan ritual
tersebut dilaksanakan setelah para murid Debus menyelesaikan
latihan silat dan juga olahkebatinan serta pernapasan. Olah kebatinan
dan silat tersebut yang dikenal dengan “ilmu kanuragan” atau
ilmu“kedigjayaan”. Setelah kanuragannya dikuasai baru dilaksanakan ritual Debus,
yakni berpuasa selama tujuh hari, dan bila puasa tujuh hari tersebut telah
selesai, para murid Debus dijajal atau diuji. Para
murid Debus setelah menjalani serangkaianproses
ritual mereka dibakar tangannya dengan api dan bara,
tubuhnya dibacok dengan golok, atau lidahnya ditusuk jarum,Syekh atau guru Debus mengistilahkannya sebagai “tes
iman” sebagai ujian penghayatan para murid Debus terhadap keyakinan diri pada yang
adikodrat, Allah SWT.
Tes keimanan merupakan
ujian terakhir bagi para murid Debus, bila tahap ini lulus berarti
murid tersebut, dilepas untuk mempertunjukkan kesaktian Debusnya
pada para khalak, tentunya masih di bawah bimbingan guru, Syekh Debus.Selaian dari itu, tes keimanan
merupakan bentuk ujian bagi para murid Debus, dengan demikian Syekh Debus dapat mengukur tingkat
penghayatan para muridnya terhadap Debus yang mereka
pelajari itu.
Perihal tarekat
Rifaiah yang mengadopsi konsep wahdatulwujud yakni berupa bentuk
kepasrahan secara total padaAllah. Begitu pula dalam tes keimanan orang
dibacok dengan golok atau senjata tajam lainnya,
secara logika sepintaslalusiapa yang tidak takut mati, pasti semua
orang takut bila hendak dibunuh. Namun, lain halnya dengan para pemain Debusyang
telah menjalani proses pendalaman ilmu silat dan ilmu kebatinan kemudian
dipadukan dengan ritual, maka tumbuhkesadaran
berupa keyakinan diri yang sejatinya fana,
dengan demikian memasrahkan diri pada Allah yang abadi, dan
kerenya mereka yakin secara sadar; bahwa segala macam senjata tajam
tak akan mampu melukai kulitnya, api yang menyala tak akan mampu
membakar kulitnya,
Seni
tradisional Debus merupakan pertunjukan olah kanuragan yang
mempertontonkan berupa kekebalan tubuh atau kekebalan kulit karena tahan
terhadap senjata
tajam, sengatan api, dan panasnya air keras,
permainan Debus juga dapat menampilkan gacrek yaitu suatu permainan di mana
para pemain Debus ditusuk oleh suatu jarum di badan lidah atau
di bagian tubuh manapun, jarum itu menembus lidah yang ditusuk atau menembus
kulit yang ditusuk tersebut. Namun, para pemain Debus nampak
tidak merasa sakit dengan tusukan jarum-jarum itu.
Menurut
Tori pelatih Debus Pandawa Untirta, ada tiga bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam permainan Debus, yaitu kunci, Debus,
dan pembuka. Kunci merupakan tugas seorang guru Debus untuk
mengunci, supaya permainan Debusberjalan dengan lancar, untuk
mencegah kejahatan dari orang-orang yang berkhendak menggagalkan seni
pertunjukan Debusdengan kekuatan mistik yang dimilikinya. Debus merupakan permainan yang
dipertontonkan pada khalayak dari mulai yang sederhana seperti memecahkan lampu
neon ke kepala, hingga yang ekstrim yaitu menyayat leher sendiri dengan golok
tajam, menusuk perut dengan al madat, hingga menyiramkan air keras ke muka dan
tangan, dan penutup biasanya doa bersama, puji syukur pada Allah.
Adapun
peralatan yang digunakan dalam permainan Debus yaitu alat
permainan Debus dan alat musik. Alat permainan Debus yang
sering digunakan terdiri dari al madat atau paku Banten, palu kayu atau martil,
golok, pisau, jarum penusuk, dan alat penunjang lainnya seperti buah kelapa,
buah semangka, neon panjang.
Alat musik atau
waditra untuk mengiringi Debus di antaranya; gendang atau
terebang gede dan gendang patingtung untuk mengiring silat.
Manurut Abah Yadi
selaku budayawan Banten, menjelaskan bahwa alat musik terebang gede
untuk mengiringi Debustidak dapat digantikan dengan unsur-unsur
musik populer atau modern, sebab bila terebang gede digantikan dengan alat
musik modern maka Debus akan kehilangan ruhnya sebagai seni
tradisional masyarakat Banten. Selain terebang gede, khas yang kedua yakni
al madat atau paku Banten dan jika al madat ini tidak diikutsertakan dalam
permainan Debus maka Debuskehilangan dirinya yang sejati.
Sebelum para pemain Debus melakukan
pementasan baik di atas tanah maupun di atas panggung mereka terlebih
dahulu meminta ijin pada Syekh atau
di lingkungan Pandawa Untirta memanggil Syekh Debus dengan panggilan “Kang”.
0 Response to "Pelestarian Debus Berupa Ritual"
Posting Komentar