NILAI YANG TERKANDUNG DALAM DEBUS DAN PELESTARIANNYA
Debus pada awalnya merupakan simbol perlawanan rakyat
Banten terhadap penjajahan Belanda pada saat pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa pada abad 17, adapun yang ditonjolkan dalam seni budaya Debus yakni
berupa kekebalan seseorang dari benda tajam, para pelaku Debus adalah para
Syekh Debus atau para pemimpin group Debus serta sejumlah pemain Debus. Di
dalam Debus terdapat unsur-unsur permainan, peralatan dan pemimpin (Syekh
Debus), serta anggota pertunjukan Debus beserta musik pengiringnya. Debus
mempunya hubungan erat dengan agama Islam, hal ini tampak dari hubungan secara
individual Debus dengan agama, maupun hubungan Debus dengan institusi agama.
1.
Penanaman
Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Debus
Debus memiliki nilai-nilai yang memberi pesan moral yang
tinggi yang berhubungan dengan penghayatan para pendebus terhadap hubungannya
terhadap lingkungan, Tuhan, dan manusia, adapun larangan-larangan itu yakni
yang dikenal dengan istilah larangan 5M yakni maling, madon, madat, maen,
mateni.
Maling
maknanya manusia Debus tidak boleh mencuri. Madon, maknanya manusia Debus tidak
boleh main perempuan atau berzina. Madat maknanya manusia Debus tidak boleh
mabuk-mabukan. Maen, maknanya manusia Debus tidak boleh berjudi. Mateni,
maknanya manusia Debus tidak boleh membunuh—menghilangkan nyawa orang lain
secara sengaja.
Secara
ringkas nilai-nilai yang terkandung dalam debus dabat disimak berikut ini:
Tabel 1: Nilai-nilai dalam Debus Banten
No
|
Konsep Nilai Dalam Debus
|
Penjelasan
|
Nilai Universal Dalam Konsep Debus
|
1
|
Hakikat,
Tarekat, dan Debus
|
Hakikat
bermuara pada Allah. Tarekat atau
jalan besar
merupakan salah satu
cara untuk berinteraksi dengan Allah, dan Debus merupakan manifestasi dari hakikat
dan tarekat tersebut
|
Tauhid atau
relegi, berhubungan dengan spiritualisme bersifat profan
|
2
|
5M, yakni
pelarangan terhadap madat, maen, madon, maling, dan mateni
|
Madat manusia Debus dilarang menkonsumsi narkotika, maen manusia Debus dilarang berjudi, madon manusia Debus dilarang berzina, maling manusia Debus dilarang mencuri atau berkorupsi, mateni manusia Debus tidak boleh menghilangkan nyawa
seseorang.
|
Kemanusiaan,
budaya yang memanusiakan manusia.
|
3
|
Ngeubleung
|
Merupakan
puasa selama 24 jam tidak boleh makan, minum dan tidur pada hari ke-7 dalam
ritual puasa Debus
|
Eling, kehati-hatian atau kewaspadaan
|
4
|
Mucuk
|
Puasa yang
berbuka hanya dengan daun-daun tumbuhan, tidak boleh memakan yang berungsur
hewani atau daging-dagingan.
|
Kesabaran
berupa pengekangan terhadap hawa nafsu dan penangkalan terhadap insting hewani yang bersifat badaniah, maerialis dan hedonis
|
5
|
Kekebalan Tubuh
|
Keberanian
|
Patriotisme
|
Sumber Gambar: Penelitian Pelestarian Seni Budaya Tradisional Debus Banten
dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Budaya Daerah, 2016
2. Pelestarian Debus
Berupa Ritual dan Pementasan
Bagi para pendebus di
UKM Pandawa sebelum
melakukan seni pertunjukan Debus yang dipertontonkan pada para khalayak, mereka terlebih dahulu
menjalani proses ritual-ritual
yang sejatinya merupakan tarekat itu,
adapun sistematika ritual berdasarkan temuan penelitian yakni sebagai berikut:
- Diawali
dengan wirid,
- Melakukan
shalat malam tahajud pada sepertiga malam,
- Berpuasa
selama tujuh
hari,
- Ngeubleung
yakni puasa pada hari ketujuh
tdak boleh tidur dan tidak boleh makan minum selama sehari-semalam—kurang lebih dua puluh empat jam.
Adapun tahapan ritual tersebut
dilaksanakan setelah para murid Debus menyelesaikan latihan silat dan juga
olah kebatinan
serta pernapasan.
Olah kebatinan dan silat tersebut yang dikenal dengan “ilmu kanuragan” atau ilmu “kedigjayaan”. Setelah kanuragannya dikuasai
baru dilaksanakan ritual Debus, yakni berpuasa selama tujuh
hari, dan bila puasa tujuh hari tersebut telah selesai, para murid Debus dijajal atau diuji. Para murid Debus setelah menjalani
serangkaian proses
ritual mereka dibakar
tangannya dengan
api dan bara,
tubuhnya dibacok dengan
golok, atau lidahnya ditusuk jarum, Syekh
atau guru Debus mengistilahkannya
sebagai “tes iman”
sebagai ujian penghayatan para murid Debus
terhadap keyakinan diri pada yang adikodrat, Allah SWT.
Tes keimanan merupakan ujian terakhir
bagi para murid Debus, bila tahap ini lulus berarti
murid tersebut, dilepas untuk mempertunjukkan kesaktian Debusnya
pada para khalak, tentunya masih di bawah bimbingan guru, Syekh Debus. Selaian dari itu, tes keimanan merupakan bentuk
ujian bagi para murid Debus, dengan demikian Syekh Debus dapat
mengukur tingkat penghayatan para muridnya terhadap Debus yang mereka
pelajari itu.
Perihal tarekat
Rifaiah yang mengadopsi konsep wahdatulwujud
yakni berupa bentuk kepasrahan secara total pada Allah. Begitu pula
dalam tes keimanan
orang dibacok dengan golok atau
senjata tajam lainnya, secara logika
sepintaslalu siapa
yang tidak takut mati, pasti semua orang takut bila hendak dibunuh. Namun, lain halnya dengan para
pemain Debus yang telah menjalani proses
pendalaman ilmu silat dan ilmu kebatinan kemudian dipadukan dengan ritual, maka
tumbuh kesadaran berupa keyakinan diri yang
sejatinya fana,
dengan demikian
memasrahkan diri pada Allah yang abadi, dan kerenya mereka yakin secara sadar;
bahwa segala
macam senjata tajam
tak akan mampu melukai kulitnya, api yang menyala tak akan mampu membakar
kulitnya,
Seni
tradisional Debus merupakan pertunjukan olah
kanuragan yang mempertontonkan berupa kekebalan tubuh atau kekebalan kulit
karena tahan terhadap senjata tajam, sengatan api, dan panasnya air keras, permainan Debus juga dapat menampilkan gacrek yaitu suatu permainan di mana para pemain Debus ditusuk oleh suatu jarum di
badan lidah atau di bagian tubuh manapun, jarum itu menembus lidah yang ditusuk
atau menembus kulit yang ditusuk tersebut. Namun, para pemain Debus nampak tidak merasa sakit dengan
tusukan jarum-jarum itu.
Menurut Tori pelatih Debus Pandawa Untirta, ada tiga bagian
yang tidak dapat dipisahkan dalam permainan Debus,
yaitu kunci, Debus, dan pembuka. Kunci merupakan
tugas seorang guru Debus untuk mengunci, supaya permainan
Debus berjalan dengan lancar, untuk
mencegah kejahatan dari orang-orang yang berkhendak menggagalkan seni
pertunjukan Debus dengan kekuatan mistik yang
dimilikinya. Debus merupakan
permainan yang dipertontonkan pada khalayak dari mulai yang sederhana seperti
memecahkan lampu neon ke kepala, hingga yang ekstrim yaitu menyayat leher sendiri
dengan golok tajam, menusuk perut dengan al madat, hingga menyiramkan air keras
ke muka dan tangan, dan penutup biasanya doa bersama, puji syukur pada
Allah.
Adapun
peralatan yang digunakan dalam permainan Debus
yaitu alat permainan Debus dan alat musik. Alat permainan Debus yang sering digunakan terdiri
dari al madat atau paku Banten, palu kayu atau martil, golok, pisau, jarum
penusuk, dan alat penunjang lainnya seperti buah kelapa, buah semangka, neon
panjang.
Alat musik atau waditra untuk
mengiringi Debus di antaranya; gendang atau terebang gede dan
gendang patingtung untuk mengiring silat.
Manurut Abah Yadi selaku budayawan
Banten, menjelaskan
bahwa alat musik terebang gede untuk mengiringi Debus
tidak dapat digantikan dengan unsur-unsur musik populer atau modern, sebab bila
terebang gede digantikan dengan alat musik modern maka Debus akan kehilangan ruhnya sebagai
seni tradisional masyarakat Banten. Selain terebang gede, khas
yang kedua yakni al madat atau paku Banten dan jika al madat ini tidak
diikutsertakan dalam permainan Debus maka
Debus kehilangan dirinya yang sejati.
Sebelum para pemain Debus melakukan pementasan baik di
atas tanah maupun di atas panggung
mereka terlebih dahulu meminta ijin pada Syekh atau
di lingkungan
Pandawa Untirta memanggil Syekh Debus
dengan panggilan “Kang”.
3.
Implikasi
Debus Terhadap Ketahanan Budaya Daerah
Suatu
budaya daerah dikatakan memiliki ketahanan manakala budaya tersebut memiliki
daya tangkal terhadap kebudayaan asing, serta memilki daya tangkal terhadap primordialisme atau kecintaan berlebihan pada
daerahnya sendiri, Untuk memahami ketahanan budaya dalam penelitian ini
peneliti merumuskan kriteria ketahananan budaya daerah dalam tinjuan literasi
sebagai berikut:
Tabel 2: Kriteria Ketahanan Budaya Daerah
No
|
Kriteria Ketahan Budaya Daerah
|
Berdasarkan Teori
|
1
|
Kearifan
budaya lokal merupakan modal dasar baru yang dapat dipergunakan untuk
memperkukuh rasa persatuan dan kesatuan bangsa
|
Buwono
(2008)
|
2
|
Konsep
yang penting mengenai proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakat yaitu;
internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi
|
Koentjaraningrat
(1990)
|
3
|
Budaya
tradisi herus menonjolkan adanya integritas identitas dan kepribadian bangsa,
dalam hal ini ketahanan budaya dilihat dari kekuatan dan daya tangkalnya
untuk menolak budaya global yang tidak sejalan dengan kepribadian bangsa
|
Soedarsono
(1998)
|
Sumber:
Dari berbagai referensi
Debus
sebagai seni tradisional merupakan ekspresi jiwa masyarakat Banten, manifestasi
dari refleksi kebudayaan lokal dan penghayatan masyarakatnya terhadap ajaran
agama Islam. sebagaimana telah dikemukakan peneliti; bahwa Debus terlahir dari tradisi tarekat yang berhubungan dengan sufisme
yang kemudian berkolaborasi dengan semangat juang masyarakat Banten dalam
perjuangan mengusir kaum penjajah Belanda, semasa kesultanan Sultan Ageng
Tirtayasa dan karena itu identitas kultural masyarakat Banten tak terlepas dari
nilai-nilai keagamaan serta semangat juang, ini tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi negara yakni Pancasila. Sehingga, Debus keberadaannya yang berposisi
sebagai budaya daerah dapat memperkuat dan memperkaya kebudayaan nasional, hal
ini tercermin dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 3: Nilai-nilai Pancasila dan Nilai-nilai Dalam Debus
No
|
Butir-butir
Pancasila
|
Nilai
yang Terkandung Dalam Butir-butir Pancasila
|
Konsep
Debus
|
Nilai-nilai
Yang Terkandung dalam Debus
|
1
|
Ketuhanan Yang Maha Esa
|
Ketuhanan, Relegiusitas
|
Hakikat, Trekat, Debus
|
Ketuhanan, Riligius
|
2
|
Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab
|
Kemanusiaan dan Keadilan
|
5M, yakni
pelarangan terhadap madon, maen, madat,
madon, maling, dan mateni
|
Kemanusiaan budaya memanusiakan manusia
|
3
|
Persatuan Indonesia
|
Nasionalisme/ patriotisme
|
Semangat Juang
Patriotisme Melawan Penjajah Belanda
(Histori Debus)
|
Patriotisme/ Nasionalisme-
|
4
|
Kerakyatan Yang Dipimpin oleh
Hikmah
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Parwakilan
|
Demokrasi perwakilan
di mana
rakyat
sebagai
pemegang
kekuasaan
|
Neubleung
|
Kehati-hatian dan kewaspadaan, esensinya hikmah
dan kebijaksanaan
|
5
|
Keadilan Sosial Bangi Seluruh
Rakyat Indonesia
|
Keadilan dan Pemerataan
Kesejahteraan
|
Mucuk
|
Kesabaran, pengekangan nafsu hewani, esensinya
tidak curang, anti korupsi, bila ini terealisasikan akan melahirkan keadilan
sosial berupa pemerataan kesejahteraan
|
Sumber: Penelitian Pelestarian Seni Budaya
Tradisional Debus Banten dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Budaya Daerah,
2016
Konteks budaya atau
tradisi, bahwa seni
tradisional Debus memberi sumbangsih terhadap
ketahanan budaya daerah Banten, Debus memiliki daya tangkal atau
filterasi terhadap budaya materialis, hedonis, dan konsumerisme, seni tradisional Debus bentuk dari ketahanan budaya
daerah lokal
Banten di mana
nilai-nilainya sejalan dengan nilai butir-butir ideologi negara yakni Pancasila, karenanya Debus sebagai refliksi budaya Banten, jelmaan ekspresi jiwa atau kebatinan masyarakat
Banten, memiliki daya dukung untuk tetap berintegrasi dengan Indonesia
dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
0 Response to "Nilai yang terkadung dalam Debus dan Pelestariannya"
Posting Komentar