Filosofi Budaya Debus


FILOSOFI BUDAYA DEBUS


Jika ingat debus pasti identik pada daerah Banten…..
Kata debus sebenarnya adalah nama sebuah alat yang terbuat dari besi sepanjang 40cm dengan ujung yang runcing. Pada pangkalnya diberi alas (dudukan) terbuat dari kayu yang diperkuat dengan lilitan plat baja. Dalam permainan besi itu ditusukkan kebagian-bagian tubuh, bahkan dipalu pada bagian pangkalnya, agar bisa menembus kulit bagian tubuh yang ditusuk. Anehnya, walaupun tubuhnya tertembus alat itu pemain tidak merasa sakit dan tidak mengalami cedera. Jadi debus merupakan perubahan kata arti kata tembus.

Permainan debus tumbuh dan berkembang di Kabupaten Serang, tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Walantaka, Cikande, Ciruas dan Cikeusal. Pada abad ke-17 Masehi ketika Kesultanan Banten dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa, debus digunakan sebagai metode latihan bagi para prajurit untuk membela negara dalam peperangan. Karena permainan ini sudah begitu lama berlangsung sehingga akan sulit jika ditanyakan siapa yang mula-mula menciptakan permainan debus ini.

Permainan debus berlangsung dalam beberapa bagian yaitu :
  1. Gembrung : merupakan pembukaan atau awal pertunjukkan. Waditra (alat-alat musik pengiring) dipukul serentak selama 2 – 3 menit.
  2. Dzikir : pendzikir menyanyikan lagu dzikir yang isinya memuji kebesaran Alloh SWT dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW yang diiringi tabuh-tabuhan.
  3. Beluk : Beluk adalah jenis lagu yang dinyanyikan dengan suara nyaring dan tinggi bersahut-sahutan juga diiringi tetabuhan.
  4. Silat : ketika beluk sedang dinyanyikan keluarlah seorang pesilat (gaya banten) menampilkan gerakan silat, terkadang berpasangan.
  5. Tusuk menusuk dengan gada debus : dua orang mempertontonkan tarian silat lalu saling menusuk dan memukul dengan gada debus.
  6. Mengupas kelapa : sebutir kelapa utuh bersabut dikupas habis menggunakan gigi, lalu dipecahkan dengan membenturkannya ke kepala. Daging kelapa dimakan bahkan sampai tempurungnya habis.
  7. Mengiris tubuh : Tubuh atau anggota tubuh diiris-iris dengan pisau hingga berdarah, kemudian lukanya dibasuh dengan air maka lukanya sembuh seperti sediakala.
  8. Mengerat lidah : pemain menjulurkan lidah lalu mengeratnya dan lidah berdarah, tetapi lidah itu segera sembuh kembali.
  9. Tangga golok : sebuah tangga yang anak-anak tangganya berupa golok-golok yang sangat tajam, seorang pemain menaiki anak tangga tersebut hingga kepuncak tangga.
  10. Memakan kaca : pemain memakan pecahan kaca dari berbagai jenis kaca tetapi mulutnya tidak cedera sedikitpun.
  11. Menggoreng telur diatas kepala : seorang pemain membakar rambut kepalanya kemudian ditaruh wajan diatas api tersebut untuk menggoreng telur.
  12. Menyiram tubuh dengan air keras : pemain mandi dengan air keras hingga bajunya hancur tetapi tidak dengan kulit tubuhnya.  
  13. Membakar tubuh : dua pemain memainkan api, lalu digunakan untuk menyisir rambut dan membakar tubuh lawannya tetapi tidak mengalami cedera.

Waditra (alat musik pengiring) dalam permainan debus terdiri dari lima macam, yaitu :
  • Sebuah gendang tanggung : terkadang bisa ditambah hingga dua atau tiga buah digunakan sebagai paengiring gerak tari.
  • Dua buah kulanter (gendang kecil) merupakan pelengkap dari gendang tanggung.
  • Sebuah rebana yang berfungsi sebagai gong.
  • Dua buah tingtit atau dogdog kecil.
  • Tiga buah kecrek berfungsi sebagai pengatur ketukan irama.

Menyaksikan permainan debus membutuhkan kekuatan mental tertentu karena mungkin akan mengakibatkan efek yang tidak diinginkan seperti kehilangan selera makan dan susah tidur. Pertanyaan pun sering timbul tentang kekuatan apa yang dimiliki oleh para pemain debus hingga mampu melakukan permainan yang sangat mengerikan tersebut.

Aura mistis seringkali timbul saat pertunjukkan kesenian ini. Namun walau bagaimanapun permainan debus adalah salah satu tradisi yang ada di negeri kita ini. Bagi kita yang ingin sekali-kali melihat permainan ini anggap saja semua hal yang terlihat adalah benar-benar sebuah PERMAINAN.

Salam Budaya Nusantara
Rahayu _/\_

0 Response to "Filosofi Budaya Debus"

Posting Komentar