Seiring
dengan perkembangan zaman, kesenian debus saat ini sudah mengalami akulturasi
dengan tradisi lokal lainnya yang ada di Banten dan unsur-unsur lokal dari
Pra-Islam. Sehingga dengan proses akulturasi tersebut, maka terkadang sulit
untuk membedakan secara tegas antara ritual tarekat di satu sisi dan ritual
debus hasil adopsi tradisi lokal di sisi lain. Dengan mengalami akulturasi,
kesenian debus dengan tradisi lokal bahkan teknologi modern, maka secara tanpa
disengaja, kesenian ini pun mengalami penyusutan kemurniannya, atau dengan kata
lain, debus sudah mengalami pergeseran. Namun, adaptasi Islam dengan budaya
lokal yang terdapat pada debus tersebut sebagai sesuatu yang tak terhindarkan
agar Islam diterima mayoritas penduduk lokal, namun adaptasi tersebut sering
menimbulkan ketegangan-ketegangan antara keharusan untuk mempertahankan
ontentisitas Islam dengan kebutuhan-kebutuhan praktis dan populer yang telah
dianut secara luas oleh masyarakat lokal di Indonesia. Khususnya tanpa
menghilangkan beberapa pengecualian tentang proses penyebaran Islam di
Indonesia, namun secara umum proses Islamisasi di Indonsia berlangsung secara
damai.
Karena
itu, masyarakat Indonesia merupakan satu dari sedikit wilayah di dunia yang
mengalami proses Islamisasi penduduknya tanpa kekuatan militer. Islam menyebar
ke sejumlah wilayah di Nusantara melalui jalur perdagangan dan jaringan tarekat
yang sangat akomodatif terhadap budaya-budaya lokal. Para penyebar
sufi-pedagang mempergunakan simbol-simbol budaya dan pranata sosial lokal yang
telah ada untuk menghadirkan Islam di tengah kehidupan masyarakat Nusantara.
Dalam
legenda para wali sering diceritakan bahwa kemenangan Islam sering dihubungkan
dengan keunggulan zikir dan wirid para wali Islam atas jampi atau mantra
Hindu-Budha atau animisme. Karena itu banyak orang yang berasumsi bahwa
pesatnya perkembangan Islam pada masa-masa awal di Nusantara melalui jalur
tarekat, karena ajarannya yang dekat dengan budaya masyarakat Nusantara.
Banyak orang yang masuk tarekat bukan
karena untuk meningkatkan kesadaran spiritual mereka dengan mensucikan jiwanya,
tetapi mereka mengharapkan mendapat “ilmu” yang kuat, yakni kesaktian dan
kedigjayaan. Selama ini memang ada beberapa tarekat yang dikenal secara luas
oleh masyarakat seperti: Qodiriyah, Rifaiyah dan Sammaniyah, yang mengajarkan
amalan atau wirid tertentu untuk praktek-praktek kekebalan tubuh dari benda
tajam dan api kepada para muridnya.
Seni tradisional debus dilakukan
melalui berbagai macam atraksi, seperti memecahkan buah kelapa dengan cara
dibenturkan ke kepala sendiri, menggoreng telur dan kerupuk di atas kepala, menyayat
tubuh dengan senjata tajam, hingga membakar tubuh dengan minyak tanah. Selain
itu, kesenian debus dikenal sebagai tradisi yang mengandung unsur mistis dan
syarat dengan ajaran spiritual agama.
Hal itu tercermin pada saat sebelum
permainan dilakukan, terlebih dahulu dimulai dengan berbagai ritual atau doa,
dengan maksud meminta perlindungan dan keselamatan kepada Allāh SWT.
Dalam
sejarahnya, tradisi debus tidak bisa dipisahkan dengan ilmu tarekat yang
berkembang di Banten, karena tradisi ini ditengarai bersumber dari ajaran
beberapa tarekat. Sultan Hasanudin sebagai orang yang pertama kali
memperkenalkan kesenian ini adalah penganut ajaran Tarikat al-Rifa'iyah
sebagaimana juga dianut oleh mayoritas para penyebar agama Islam di Banten.
Keeratan debus dengan tarekat bisa dilihat pada saat akan dimulainya
pertunjukan, selalu dimulai dengan membaca shalawat Nabi, doa-doa, dzikir,
serta diikuti ritual tertentu yang hampir serupa dengan tradisi tarekat-tarekat
yang berkembang di Banten. Diajarkannya wiridan (baca: zikir) yang berasal dari
tarekat tertentu dimaksudkan untuk memudahkan hati murid-murid untuk
mendapatkan hidayah dari Allāh SWT.
Melalui
zikir itu, murid-murid diharapkan bisa sampai kepada tingkatan manusia yang
bertaqwa. Apabila seorang murid mampu mengamalkan zikir itu secara istiqamah,
dan ia dianggap telah menjadi orang yang bertaqwa, maka murid itu akan
memperoleh keajaiban-keajaiban yang secara logika bisa dianggap irrasional,
namun secara empirik mengandung fakta yang valid. Apa yang diperoleh oleh
seorang murid tersebut dalam istilah tasawuf dikenal dengan karamah. Dalam
perkembangannya, debus sebagai suatu kesenian tradisional khas Banten menjadi
tradisi kesenian keagamaan yang begitu pesat, dan banyak dimainkan oleh
masyarakat Banten, bahkan hingga mutakhir ini. Di samping itu, tradisi debus
dikenal tidak hanya di provinsi Banten semata, melainkan juga dikenal di banyak
daerah di Indonesia.
Dalam
sejarah penyebaran Islam di Nusantara, kesenian debus digunakan sebagai media
penyebaran Islam di kalangan masyarakat Nusantara. Konon, kesenian ini masih
ada hubungannya dengan Tarikat al-Rifa'iyah yang dibawa oleh Nuruddin Ar-Raniry
ke Aceh pada abad ke 16. Artinya, debus tidak bisa dipisahkan dengan tarekat
dan fakta itu juga menunjukkan bahwa debus syarat dengan ajaran-ajaran mistis
agama. Corak Islam Nusantara itu tak lepas dari pengaruh intelektual muslim
nusantara yang belajar ke Tanah Arab. Sekalipun pada saat itu pengawasan
kolonial begitu ketat, namun tidak sedikit ulama-ulama Indonesia, termasuk
ulama Banten yang menempuh pendidikan di Tanah Arab. Seperti halnya Syekh
Muhammad Nawawi bin Umar Tanara, putra asli Banten yang belajar dan mengajar di
kota suci, Makkah. Pemikiran Islam khas Nusantara, khususnya di Banten
saat itu berkiblat kepada pemikiran Ki Nawawi (sebutan akrab Syekh Muhammad
Nawawi), baik pemikiran tafsir, fikih, maupun tasawuf. Karena dianggap sebagai
ulama intelektual yang memiliki keluasan dan kedalam ilmu agama, Syekh Nawawi
memperoleh gelar Al-'Allamah (Orang yang sangat mendalam pengetahuannya tentang
agama). Kitab-kitab yang telah ditulis dan diterbitkan Syekh Nawawi
kurang lebih sekitar 150 kitab yang berisi pokok-pokok pikirannya dalam
berbagai disiplin ilmu. Ketika Syekh Nawawi berkunjung ke Mesir, ia memperoleh
gelar Sayyid 'Ulama al-Hijaz (tokoh/penghulu ulama Hijaz) yang diberikan
langsung oleh ulama-ulama Mesir. Meskipun Ki Nawawi telah meninggal dunia,
setiap tahun pada tanggal 25 Syawal, kewafatannya selalu diperingati oleh
keluarga dan masyarakat Banten di tempat kelahirannya, Tanara.
Selain
Kiai Nawawi, ulama Banten yang juga memiliki keluasan intelektual adalah Kiai
Abdul-Karim (Paman Kiai Nawawi), yang dikenal sebagai ulama yang mengembangkan
tarikat Qadiriyah - Naqsyabandiyah di Banten. Ia telah melahirkan banyak
murid-murid yang bertebaran di Banten, dan tidak sedikit para muridnya menjadi
ahli tarikat yang mengembangkan ilmu hikmat melalui tradisi debus.
Pengaruh
tarekat juga merambah dalam dunia politik, di mana ketika meletus perang
Cilegon pada tahun 1888, yang pelopori oleh K.H.Wasyid dkk, semangat perang itu
dijiwai oleh ajaran tarikat yang dikembangkan oleh Kiai Abdul-Karim. Hanya
bermodal parang dan golok yang diberi sugesti melalui amalan-amalan, serta
wirid oleh ahli tarikat yang mengembangkan ilmu hikmah, mereka mampu melawan
Belanda yang pada saat itu sudah mempunyai peralatan modern yang canggih
seperti tank, bedil dan mesin. Meskipun demikian, perlawan Kiai Wasyid mampu
dipukul mundur oleh kompeni. Dalam kesenian debus saat ini banyak sekali pergeseran,
tidak hanya terjadi pada pergeseran dari segi ritual, pertunjukan atau
perekrutan saja, pergeseran itu juga terjadi pada segi tujuan permainan debus.
Pergeseran ini adalah sebuah kelanjutan dari adanya pergeseran-pergeseran debus
di atas. Kesenian debus saat ini sudah mengalami pergeseran dari segi tujuannya
dengan debus tempo dulu. Sekarang, meskipun padepokan debus tumbuh menjamur di
mana-mana— baik itu di sekitar Banten sendiri maupun luar Banten—akan tetapi
semuanya lebih menekankan pada orientasi hiburan daripada tarekat murni
Hubungan antara tarekat dan debus saat ini sudah renggang bahkan bisa dikatakan
cerai atau terputus karena debus sudah beralih orientasi menjadi hiburan yang
mendatangkan uang dan aset pariwisata yang layak jual. Bahkan sungguh
ironi, ketika penelitian lapangan dan tulisan ini hadir, banyak di antara para
guru debus atau para pemain debus yang tidak mengetahui atau paham kalau
sebenarnya kesenian yang mereka pelajari selama ini berasal dari tarekat.
0 Response to "Warisan Budaya Keagamaan Khas Banten"
Posting Komentar