Pelestarian Debus Berupa Ritual dan Pementasan

Pelestarian Debus Berupa Ritual dan Pementasan



Bagi para pendebus di UKM Pandawa sebelum melakukan seni pertunjukan Debus yang dipertontonkan pada para khalayak, mereka terlebih dahulu menjalani proses ritual-ritual yang sejatinya merupakan tarekat itu, adapun sistematika ritual berdasarkan temuan penelitian yakni sebagai berikut:

  • Diawali dengan wirid,
  • Melakukan shalat malam tahajud pada sepertiga malam,
  • Berpuasa selama tujuh hari, 
  • Ngeubleung yakni puasa pada hari ketujuh tdak boleh tidur dan tidak boleh makan minum selama sehari-semalam—kurang lebih dua puluh empat jam.
Adapun tahapan ritual tersebut dilaksanakan setelah para murid Debus menyelesaikan latihan silat dan juga olah kebatinan serta pernapasan. Olah kebatinan dan silat tersebut yang dikenal dengan “ilmu kanuragan” atau ilmu “kedigjayaan”. Setelah kanuragannya dikuasai baru dilaksanakan ritual Debus, yakni berpuasa selama tujuh hari, dan bila puasa tujuh hari tersebut telah selesai, para murid Debus dijajal atau diuji. Para murid Debus setelah menjalani serangkaian proses ritual mereka dibakar tangannya dengan api dan bara, tubuhnya dibacok dengan golok, atau lidahnya ditusuk jarum, Syekh atau guru Debus mengistilahkannya sebagai “tes iman” sebagai ujian penghayatan para murid Debus terhadap keyakinan diri pada yang adikodrat, Allah SWT.
Tes keimanan merupakan ujian terakhir bagi para murid Debus, bila tahap ini lulus berarti murid tersebut, dilepas untuk mempertunjukkan kesaktian Debusnya pada para khalak, tentunya masih di bawah bimbingan guru, Syekh Debus. Selaian dari itu, tes keimanan merupakan bentuk ujian bagi para murid Debus, dengan demikian Syekh Debus dapat mengukur tingkat penghayatan para muridnya terhadap Debus yang mereka pelajari itu. Adapun tingkat penghayatan seseorang pada Debus tercermin dari sekema di bawah ini:
Gambar1: Sekema Tingkat Penghayatan pada Debus
Sumbe Gambar (Nasution, 1997)

Keterangan:

  1. Hakikat
  2. Tarekat
  3. Debus

Perihal tarekat Rifaiah yang mengadopsi konsep wahdatulwujud yakni berupa bentuk kepasrahan secara total pada Allah. Begitu pula dalam tes keimanan orang dibacok dengan golok atau senjata tajam lainnya, secara logika sepintaslalu siapa yang tidak takut mati, pasti semua orang takut bila hendak dibunuh. Namun, lain halnya dengan para pemain Debus yang telah menjalani proses pendalaman ilmu silat dan ilmu kebatinan kemudian dipadukan dengan ritual, maka tumbuh kesadaran berupa keyakinan diri yang sejatinya fana, dengan demikian memasrahkan diri pada Allah yang abadi, dan kerenya mereka yakin secara sadar; bahwa segala macam senjata tajam tak akan mampu melukai kulitnya, api yang menyala tak akan mampu membakar kulitnya,
Seni tradisional Debus merupakan pertunjukan olah kanuragan yang mempertontonkan berupa kekebalan tubuh atau kekebalan kulit karena tahan terhadap senjata tajam, sengatan api, dan panasnya air keras, permainan Debus juga dapat menampilkan gacrek yaitu suatu permainan di mana para pemain Debus ditusuk oleh suatu jarum di badan lidah atau di bagian tubuh manapun, jarum itu menembus lidah yang ditusuk atau menembus kulit yang ditusuk tersebut. Namun, para pemain Debus nampak tidak merasa sakit dengan tusukan jarum-jarum itu.

Menurut Tori pelatih Debus Pandawa Untirta, ada tiga bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam permainan Debus, yaitu kunci, Debus, dan pembuka. Kunci merupakan tugas seorang guru Debus untuk mengunci, supaya permainan Debus berjalan dengan lancar, untuk mencegah kejahatan dari orang-orang yang berkhendak menggagalkan seni pertunjukan Debus dengan kekuatan mistik yang dimilikinya. Debus merupakan permainan yang dipertontonkan pada khalayak dari mulai yang sederhana seperti memecahkan lampu neon ke kepala, hingga yang ekstrim yaitu menyayat leher sendiri dengan golok tajam, menusuk perut dengan al madat, hingga menyiramkan air keras ke muka dan tangan, dan penutup biasanya doa bersama, puji syukur pada Allah.

Adapun peralatan yang digunakan dalam permainan Debus yaitu alat permainan Debus dan alat musik. Alat permainan Debus yang sering digunakan terdiri dari al madat atau paku Banten, palu kayu atau martil, golok, pisau, jarum penusuk, dan alat penunjang lainnya seperti buah kelapa, buah semangka, neon panjang. Adapun alat utama dalam permainan Debus yaitu al madat, gambarnya dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 2: Al Madat
Sumber Gambar (Nasution, 1997)

Alat musik atau waditra untuk mengiringi Debus di antaranya; gendang atau terebang gede dan gendang patingtung untuk mengiring silat, adapun gambar terebang gede sebagai berikut:

Gambar 3: Terebang Gede
Sumber Gambar (Nasution, 1997)

Manurut Abah Yadi selaku budayawan Banten, menjelaskan bahwa alat musik terebang gede untuk mengiringi Debus tidak dapat digantikan dengan unsur-unsur musik populer atau modern, sebab bila terebang gede digantikan dengan alat musik modern maka Debus akan kehilangan ruhnya sebagai seni tradisional masyarakat Banten. Selain terebang gede, khas yang kedua yakni al madat atau paku Banten dan jika al madat ini tidak diikutsertakan dalam permainan Debus maka Debus kehilangan dirinya yang sejati.
Lebih lanjut, Untuk mementaskan seni tradisional Debus diperlukan arena atau tempat pertunjukan, adapun tempat atau arena pertunjukan Debus terdiri dari arena di atas panggung dan arena di atas permukaan tanah.
Gambar 4: Arena Debus di Atas Permukaan Tanah
Sumber Gambar (Nasution, 1997)

Keterangan:
Ο = Pemain dan peralatan
× = Tempat permainan Debus
Δ = Para penonton

Gambar 5: Arena Debus di Atas Panggung
Sumber Gambar (Nasution, 1997)

Keterangan:
Ο = Pemain dan peralatan
× = Tempat permainan Debus
Δ = Para penonton
Sebelum para pemain Debus melakukan pementasan baik di atas tanah maupun di atas panggung mereka terlebih dahulu meminta ijin pada Syekh atau di lingkungan Pandawa Untirta memanggil Syekh Debus dengan panggilan “Kang”.

0 Response to "Pelestarian Debus Berupa Ritual dan Pementasan"

Posting Komentar